Antara Bagong dan Batu Besar

Suwe ra ketemu Petruk jane lagi ngopo tho? Gumam Bagong sambil berjalan menapaki pinggiran sungai kecil.  Airnya bersih dan jernih, tidak dalam memang sehingga bisa tampak dasarnya yang berbatu dan berpasir.  Jalan ini memang tidak biasa dilaluinya, atau lebih tepatnya tidak pernah.  Hanya karena petunjuk seseorang maka dia mencobanya.  Cukup berpeluh keringat sampailah Bagong mendapati sebuah batu hitam besar sebesar kebo yang mempunyai permukaan datar dan terlihat bersih.  Batu besar ini persis menutup jalan setapak itu.  Sehingga jika ingin meneruskan langkah, pilihannya hanya setengah memutari batu itu, melompatinya jelas bukan pilihan yang aman kecuali punya ilmu kanuragan yang tinggi.

Sejenak duduk diatas batu itu, memutar pandangan yang terlihat sawah membentang menguning menjelang panen.  Bulir-bulir padinya menthek dan menthes, mengajak padi untuk menunduk lebih dalam, seolah menuntun untuk memandangi batangnya yang menyembul dari tanah meski tanpa bisa melihat akar-akarnya.  Demikianlah halnya akar-akar itu bernafas dalam tanah meneguk air dan hara berbalut kegelapan tanpa pernah bisa melihat terangnya surya, gagahnya batang, hijaunya daun, segarnya udara dan gemuknya bulir.

Bagong mencabut rumput teki disampingnya, menggigitnya ringan disudut bibir.  Perjalanannya memang belum jauh, namun berhenti sejenak di batu besar ini memberinya kenyamanan tersendiri.
Barang kali tidak hanya dirinya yang menyempatkan duduk dan bercengkrama dengan khayalan ketika melintasi batu besar ini.

Permukaannya yang bersih bisa jadi pertanda batu itu sering diduduki atau mungkin untuk tidur barang sejenak atau mungkin untuk bersujud.
Nyaris bersamaan dengan rombongan Kunthul yang terbang beriringan, Bagong melanjutkan langkahnya mencoba mencari Petruk yang lama tidak ditemuinya.

Comments

Popular Posts